11.12.11

Sondang Tewas Bakar Diri, Indonesia Berubah?

"Yah, saya akui Sondang hebat karena memiliki niat tulus untuk memajukan negara dan tidak OMDO (red: omong doang) tetapi ACTION untuk memperjuangkan teriakannya. Tapi? Rasanya bakar diri adalah cara protes yang terlalu egois dan sok ingin jadi pahlawan yang padahal itu bukan sifat seorang ksatria."
Pelaku bakar diri di depan Istana Negara, Sondang Hutagalung (22) pada rabu (7/12/2011) pukul 17.30 WIB dinyatakan meninggal dunia Sabtu 10 Desember 2011 petang. 

Aktivis mahasiswa dari Universitas Bung Karno yang selama ini aktif menyuarakan penolakan terhadap kekerasan, pengedepanan sisi kemanusiaan, dan penuntasan pelanggaran HAM ini memilih menyuarakan protesnya terhadap negara dengan cara membakar diri. Selain merupakan mahasiswa fakultas hukum Universitas Bung Karno ia juga bergabung dengan komunitas sahabat Munir.

Kejadian bakar diri tersebut diketahui ketika petugas kepolisian yang tengah berjaga di depan Istana Negara, dikejutkan dengan aksi bakar diri yang dilakukan secara tiba-tiba oleh seorang lelaki tidak dikenal. Setelah memadamkan api yang menjilat tubuh lelaki tersebut, polisi membawa lelaki yang sudah tidak sadarkan diri itu ke RSCM. Setelah menjalani perawatan selama 72 jam, lelaki menderita luka bakar parah lebih dari 90 persen itu akhirnya meninggal dunia. 

Selama Sondang dirawat, aksi solidaritas terus dilakukan ratusan mahasiswa di depan RSCM. Jenazah Sondang Hutagalung pun dilepas oleh teman-temannya di aula kampus Universitas Bung Karno, Jakarta, Minggu, dengan diiringi lagu Gugur Bunga. Di aula tersebut beberapa orang rekannya terlihat membawa foto-foto Sondang saat melakukan berbagai aksi unjuk rasa yang dilakukan mendiang selama masih hidup. 

Civitas Akademika Universitas Bung Karno merasa bangga dengan sikap kritis Sondang Hutagalung terhadap pemerintahan rezim SBY-Boediono. Pihak universitas bahkan memberikan gelar Sarjana Kehormatan kepada Sondang, karena adanya masukan dari tokoh-tokoh masyarakat, organisasi dan sejumlah pihak lain. Hmm pantas enggak sihh?

Yah, saya akui Sondang hebat karena memiliki niat tulus untuk memajukan negara dan tidak OMDO (red: omong doang) tetapi ACTION untuk memperjuangkan teriakannya. Tapi? Rasanya bakar diri adalah cara protes yang terlalu egois dan sok ingin jadi pahlawan yang padahal itu bukan sifat seorang ksatria.

Sekarang lihat?
Setelah kematiannya apa yang berubah dengan Indonesia?

Hanya berita kematiannya yang tragis yang memenuhi media massa.
Hanya penyesalan dari banyak pihak atas pilihan dan akhir jalan hidupnya.
Hanya rasa kagum dari sebagian orang karena kenekadannya (kok yo segitunya gitu pe bakar diri segala).

Dan Indonesia?
Tidak ada sistem ataupun kebijakan yang berubah di Indonesia untuk apa yang sudah diteriakkannya hanya karena kematiannya.

Bukankah kalau ia hidup, lulus kuliah lalu bergabung dengan sistem ia jauh lebih bisa merubah sistem dan mengupayakan apa yang ia suarakan? Saya percaya dan meyakini bahwa satu-satunya cara merubah sistem dan kebijakan adalah tiada jalan lain kecuali dengan berada dan menjadi bagian dari sistem tersebut lalu memperjuangkan perubahan di dalamnya.

Bukan kematian yang sia-sia dan dikenang sebagai pahlawan sesaat yang sesungguhnya bila direnungkan itu bukanlah sifat seorang yang pemberani dan pahlawan. BONEK alias BOndo NEKad untuk membakar diri. Berpikiran pendek. Tetapi yah.., itu adalah pilihannya. Dan itulah cara yang ia pilih lakukan untuk perjuangannya. 

Universitas Bung Karno bangga? Civitas Akademikanya bangga? Yah saya rasa itu bangga karena ada salah satu bagian dari kampusnya yang jadi berita dan omongan dimana-mana.

Whats? Sarjana kehormatan? Kehormatan dimananya? Bakar dirinya? Atas usahanya protes atas nama peduli bangsa dengan bakar diri? Ataukah karena nama kampus jadi keangkat dengan kejadian ini? Yang mana sukses menelurkan pahlawan ala Sondang. Bukankah penghargaan harusnya diberikan atas sebuah prestasi?

Yah..., hak semua orang untuk mengapresiasi dan tidak mengapresiasi. Saya salut dengan keberanian Sondang selama ini menjadi mahasiswa yang aktif di masyarakat bukan hanya pasif. Semangat seperti itulah yang memang harus dimiliki oleh mahasiswa sebagai generasi dan pembawa masa depan bangsa. Sifat kritis dan apresiatif terhadap kondisi dan gejolak timpang yang ada di masyarakat dan negara memang harus dimiliki mahasiswa. Tetapi mahasiswa tidak harus memaksakan diri sebagai MAHAsiswa yang sok MAHA. Karena embel-embel 'maha' harusnya menyadarkan untuk lebih bisa bersikap tidak kekanak-kanakan dan lebih dewasa.

Lakukan perjuangan dalam 'role' yang intelek, berbudaya dan tepat sasaran. Saya rasa itu akan jauh lebih dirasakan manfaatnya. (gn)

No comments:

Post a Comment