30.10.10

Penantian Tanpa Ujung


Selalu begini 
Memudarkan harap 
Menghitamkan sepuhan emas 

Lama sudah... 
Dan selalu begini 

Gadis itu terdiam 
Di bagian ruang 

Menanti 
Yang memintanya tuk menanti 

Namun... 
Selalu begini 
Selalu harus menunggu 

Sedang yang ditunggunya 
Selalu saja meminta untuk menanti 
Hingga ruang itu... 
Tak ada lagi 
Tak mau menanti. (gn)

26.10.10

Still Marry Me

Ini adalah drama korea kesekian yang membuat saya kepincut dan sedih bila terlewat untuk menonton setiap episodenya.

Renungan Merapi 261010



Hati saya bergetar, menyaksikan tayangan di televisi terkait kondisi terbaru pasca meletusnya gunung merapi. Ada prihatin yang menyayat batin, membuat saya ikut luruh merasakan derita korban. Mengajarkan saya kembali akan pentingnya sebuah nyawa juga arti dari hidup.

Merapi. Meledak pulalah akhirnya kemarahanmu. Kau tahan sedemikian lama, kau pendam dan kau perbanyak produksi lava dan lahar. Sehingga muntahlah dan terjadi peristiwa 26 Oktober 2010 pukul 17.02 WIB.

Merapi. Gunung yang dikononkan masyarakat setempat dengan berbagai perihal klenik dan aturan-aturan jawa. Huah, akhirnya berhasil mengambil nyawa dari juru kunci juga sejumlah warga lain yang tak sempat terselamatkan. Miris. Entah nekad, sok kuat atau apa. Mereka memilih bertahan di daerah rawan dan sudah dinyatakan awas hanya demi alasan menjaga Merapi, setia kepada Merapi.

Lihatlah, seberapa guna ritual tiap tahun itu? Sesajen-sesajen juga kongkalikong yang diucapkan untuk menegoisasi Merapi. Saya jadi teringat mantra yg diucapkan Mbah Marijan (saya rasa ini satu-satunya yang terkabul). Dalam ritual salah satu permintaan Mbah Marijan adalah agar bila meletus Merapi melewati jalurnya sendiri dan tidak mencapai keraton. Tetapi kenapa juga Mbah Marijan tidak menyingkir dari kediamannya yang notabene bukanlah keraton dan termasuk kawasan yg dilewati lahar? Setia mengkunci Merapi beliau rupanya (rumah pribadinya yang 2 km dari Merapi maksudnya).

Ah dasar masyarakat kultural jawa. Memegang teguh kepercayaannya dengan meminimkan logika. Mungkin begitulah cara mereka menghargai nyawa. Entahlah. Saya hanya bisa menduga-duga.

Rasa salut akan pengabdian kerja juga saya tujukan kepada wartawan vivanews.com, yang meninggal terkena aliran lahar panas. Sebagai orang yang pernah menjadi penggiat pers kampus saya bisa memahami dedikasi anda. Tapi miris, istri menjadi janda dan putra-putri menjadi yatim.

Merapi. Pilihan bagi masing-masing. Untuk bergabung dengan segala muntahannya atau menghindar darinya. (gn)

6.10.10

Putus di Asa

Gambar dipinjam dari sini
Entah kapan tepatnya pikiran ini muncul. Saya ingin Tuhan membunuh saya dengan caranya. Saya kehabisan pikir, saya kehabisan akal dan berharap akhir hidup menjadi jalan.

Semua ini gara-gara niat Rika meminta pisah. Ya, surat dari Pengadilan Agama Cibinong sudah sampai di tangan saya seminggu yang lalu. Saya digugat cerai oleh istri yang sudah saya nikahi hampir tiga tahun itu. Dan keinginan itu tiba-tiba saja muncul. Saya ingin Tuhan membunuh saya dengan caranya. Saya kehabisan pikir, saya kehabisan akal dan berharap akhir hidup menjadi jalan.

Masih terngiang dan terukir indah di kepala, ketika keluarga besar Rika menolak mentah keputusan saya untuk menyunting Rika sebagai istri ketika itu. Padahal kehamilan Rika tak bisa menunggu lagi. Hingga akhirnya bak cerita di film kami sepakat untuk kawin lari. Menjauh dari keluarga, menikah diam-diam dan hidup akhirnya bersama anak kami, Ronald.

Ronald adalah semangat saya. Semangat saya untuk kuat mengarungi bahtera rumah tangga yang memang sudah kacau balau sejak awal pernikahan lari kami. Keterbatasan ekonomi karena saya hanya bekerja sebagai kuli, membuat Rika sering marah-marah karena merasa kebahagiannya berbalik 360 derajat dari kehidupannya sebelum kami menikah.

Rika putri dari Bupati ternama, sedangkan saya? Hanya sopir pribadi Rika selama ia menjadi anak kuliahan di salah satu universitas ternama di Bandung. Entah karena terbiasa bersama-sama dimana sayalah orang yang paling rajin menemani Rika setiap harinya, atau karena ia memang merasa kurang perhatian dari kedua orang tuanya yang memang sibuk dengan kegiatan sosial dan politiknya, cinta itu tumbuh pada kami. Hingga malam yang dingin akhirnya menumbuhkan Ronald di rahim Rika.

Sekali lagi, Ronald adalah semangat saya. Dan saya? Saya sangat mencintai Rika. Walau saya tahu, sulit untuk saya untuk mewujudkan segala keinginan duniawinya. Tapi, saya sudah berusaha. Bekerja siang malam, jadi kuli, jadi babu, semua saya saya lakukan. Tak lain hanya untuk Rika dan Ronald.

Memang, dapat saya maklumi tak mudah bagi Rika menjalani kehidupannya yang tak lagi bergelimpangan materi. Karena itu saya diam, walau saya tahu diam-diam ia menjalin komunikasi kembali dengan ibunya dan meminta ibunya mengirimkan sejumlah uang. Saya hanya berpikiran positif, ini bagus untuk kembali menjalin silaturrahmi yang retak. Saya juga diam, walau saya tahu ibunya berusaha merayu Rika untuk meninggalkan saya. Saya tahu, Rika tidak akan meninggalkan saya. Itu setahun yang lalu.

Hingga, tiga bulan lalu saya memergoki Rika berduaan dengan Onci, pria lulusan luar negeri yang sejak dulu getol dijodohkan nenek Ronald pada Rika. Hingga, saya yakin hubungan mereka tak lagi hanya sekadar teman. Rupanya nenek Ronald sukses mendekatkan mereka selagi saya sibuk membanting tulang sebagai kuli dan babu.

Saya beranikan menegur Rika. Saya memintanya untuk menghentikan semuanya demi Ronald. Tapi Rika bilang, ini semua demi Ronald. Ya, ini semua demi Ronald, begitu kata Rika. Malah a lantang meminta cerai. Padahal walau harga diri terinjak, saya masih memaafkan Rika, karena saya mencintainya dan Ronald adalah semangat saya. Tapi Rika bergeming, ia bilang semua ini demi Ronald. Ia berucap lelah dan berteriak bahwa cinta saja tak cukup baginya dan bagi Ronald.

Saya ingin Tuhan membunuh saya dengan caranya. Saya kehabisan pikir, saya kehabisan akal dan berharap akhir hidup menjadi jalan.

Surat panggilan sidang pertama masih di genggaman saya. Berbagai upaya untuk merayu Rika sudah saya lakukan. Bahkan berlutut di kaki ibu dan ayah Rika.

Saya sangat kehabisan pikir, saya sangat kehabisan akal dan saya sungguh berharap akhir hidup menjadi jalan.

Saya ambil silet yang ada di pojok almari. Beberapa menit hening. Dan saya hanya sempat melihat kucuran darah mengalir dari sela-sela jari. (gn)

4.10.10

LELAKON

Diajeng Sinta merengek pada Arjuna. Menarik tali demi tali simpati, dalam simpul kebekuan lelakinya.

Tak ada tangis, tak ada juga canda. Hanya rengekan, rowengan penuh arti dari batin wanita. Yang entah saking gilanya, di dengar dengan penuh kelembutan oleh sang pangerannya.

Arjuna gila, teriak Sinta pada jagat istana. Membuat lantai retak dan angin pun kabur dari hadapannya.

Seketika matahari menyingsing, menunjukkan gelagatnya. Terpukau suara gadis pujaan rajanya.

Awan pun tertunduk, menghormat dengan malu. Teringat titah pengayomnya.

"Jagalah belahan jiwaku, dinginkan aku selalu saat bersama emosinya". Sabda Arjuna pada saat menemukan Sinta. (gn)

2.10.10

Yey, Hari Batik!

Menurut saya....,
Batik itu elegan, anggun, klasik.
Batik itu wujud kesabaran (bikinnya saja susah, butuh ketelitian dan waktu berhari-hari)
Dan batik itu....., warisan budaya Indonesia.



Yey, selamat hari batik! Saya cinta batik. Kamu?!? (gn)