26.4.10

Wanita Punya Cinta

"Kebanggaan dari seorang wanita adalah ketika ia menikah dengan orang yang sangat mencintai dan memujanya"

Filosofi ini adalah petuah yang saya dapatkan dari obrolan dengan beberapa teman baik saya yang sudah tidak melajang lagi. Hmm cukup untuk membuat saya merefleksikan kepada diri saya sendiri dari pengalaman yang mereka bagi.

Bahwa cinta memang adalah utama walau tidak bisa menjangkau segalanya.
Bahwa cinta mampu membuat wanita kuat untuk bertahan dan terus berjuang.
Bahwa cinta memang hakiki yang memberi kekuatan pada seorang istri dan ibu untuk terus memberi yang terbaik pada keluarga.
Bahwa cinta mampu membuat iri yang tidak memilikinya
Bahwa sayang adalah wujud cinta sesungguhnya.
Bahwa sayang sekalipun tidak terlihat namun membuat yang merasakan mampu melihatnya.
Bahwa dalam pernikahan cinta harus selalu dibangun demi kebahagiaan.
Bahwa miskin harta mampu dikalahkan oleh kekayaan cinta.
Bahwa sebuah perhatian kecil pun bagi wanita dapat membuatnya merasa cinta.
Bahwa kasih sayang lelaki kepada anaknya membuat wanita menjadi bangga terhadap lelakinya.

Bahwa wanita selalu merasa beruntung, merasa bangga ketika bersama dengan pria yang selalu memujanya walaupun wanita itu sendiri tahu bahwa ia tidak jauh lebih baik dari wanita-wanita terbaik di luar sana. (gn)

21.4.10

Bibit, Bebet, Bobot

Sejak kecil aku terbiasa mengakrabi air mata. Penjatuhan mental kurasa yang terberat, puji Tuhan tak sampai membuatku sakit mental.

Namaku Sundari. Sundari Prameswari, usia 25, asal Jogja, lulusan SMP terbuka yang disediakan gratis oleh pemerintah.

***

"Kamu anak siapa? Lulusan mana? UGM? Kerja apa sekarang? Sekantor sama Heru?" berondong ibu mas Heru padaku, membuatku sedikit gelagapan harus menjawab dari mana.

"Hmmm.," gumamku grogi. Disampingku mas Heru mengeratkan genggaman tangannya, seolah ingin memberikan kekuatan lebih padaku.

"Hmm saya hanya lulusan SMP terbuka Bu..," aku berhenti lalu melanjutkan sambil terbata-bata, "Saya..., hmm saya... saya bukan kerja kantoran Bu. Saya.., hmm maaf asongan di bis Bu. Dagang rokok, tissue, minuman. Alhamdulillahhh, halal Bu!" jelasku sambil menyunggingkan senyum ramah berharap tidak terjadi apa yang aku takutkan.

"Hah? Apaaa?" reaksi beliau.

Aku terdiam. Kutoleh mas Heru. Berharap ada sedikit bantuan penjelasan.

"Heru!" bentak ibundanya.

"Darimana kamu kenal orang embongan seperti dia? Hah? Bagaimana kamu bisa kenal? Bocah ora nggenah," hardik beliau.

"Ibuu, tolong Bu.., saya mencintai Sundari Bu, saya...,"

"Alah sudah," ibunda mas Heru memotong.

"Kamu menurunkan derajat ibu saja. Memalukan! Bagaimana bisa kamu mencintai perempuan seperti dia? Hah? Latar belakang tidak jelas. Anak jalanan. Pendidikan rendah. Pekerjaannya ngasong. Bagaimana masa depan cucu-cucuku nanti? Kita keluarga terdidik. Menurunkan derajat keluarga saja. Apa kata orang di luaran nanti? Susah payah ibu membangun semuanya, lah kok diturunin dengan pilihanmu ini,"

Dan entahlah ibundanya mas Heru berbicara tentang apalagi. Aku tak tahu. Karena setelah ucapan yang terakhir kudengar tadi aku beranjak meninggalkan ruang tamu rumah mas Heru.

***

Kulihat tenda biru itu ketika hendak berangkat ngasong. Mas Heru duduk manis di pelaminan. Di sampingnya duduk putri dari bupati Cilalap. Lulusan UI, keturunan keraton. Wanita pilihan ibundanya. (gn)

3.4.10

Berjuang Itoe...,

Berjuang itoe..., 
memulai dari tidak ada, 
jadi kecil, 

tumbuh berkembang, 
besar 
dan mempertahankannya 
agar tetap berjiwa besar bersama kebesaran. 

Berjuang itoe..., 
maju tak gentar, 
mundur pun atas kemantapan pertimbangan. 
Semua tanpa penyesalan. 

Berjuang itoe..., 
proses untuk sebuah tujuan. 

Tujuan yang membahagiakan, 
yang kadang kala diselingi kegetiran. 

Berjuang itoe..., pilihan. 
Pilihan untuk mengusahakan atau mendiamkan. 

Dan saya hidup dengan berjuang. (gn)