11.11.10

111110

Angka tanggal, bulan dan tahun pada hari ini bila digabungkan lumayan cantik. 111110. Glitter Words
[Glitterfy.com - *Glitter Words*] 



Hari ini 11 November 2010. Tak terasa sudah bulan ke 11. Bulan kedua terakhir sebelum akhirnya berujung pada gegap gempita tahun yang baru, 2011. Rasanya begitu cepat waktu berjalan. 

Saya yang ketinggalan atau waktukah yang meninggalkan saya? Ingin rasanya buru-buru mengikat waktu agar kami dapat jalan beriringan, seiya sekata, ketika saya ingin berjalan dia mengikuti dan ketika ia hendak berjalan saya pun digandeng olehnya. Dalam hal ini yang saya maksudkan adalah kualitasnya, kualitas saya bersama waktu dan kualitas waktu bersama saya. Hahaha, membingungkan ya? Hahaha. 

Intinya saya merasa belum menghasilkan sesuatu yang maksimal hingga bulan ke 11 di tahun 2010 ini. Jadi terasa sekali ketidakrelaan ketika tersadar bahwa ternyata (moro-moro) sudah bulan ke 11. Semoga saya dapat memanfaatkan waktu yang tersisa dan ke depan menjadi lebih bermanfaat, buat saya pribadi juga lingkungan sekitar saya. Amin. (gn, 111110)

10.11.10

Terimakasih Pahlawan


Tak terasa hampir 24 tahun saya menikmati udara segar dan penat di bumi. Sebuah perjalanan yang lumayan lama bagi saya usai keluar dari rahim wanita yang saya panggil dengan sebutan 'ibuk'. Fase bayi, kanak-kanak dan remaja sudah saya lalui. Berbagai jenjang pendidikan juga sudah saya tempuh. 

Huah, terbangun, terjatuh, tertatih, pernah dilewati. Ke depan rintangan juga sudah menanti (pasti). Bukan sesuatu yang mudah melewati perjuangan selama hampir 24 tahun yang telah lewat. 

Sembah kasih dengan takzim saya haturkan buat pahlawan-pahlawan dalam kehidupan saya. 

Tuhan, yang menjadi pahlawan terkuat dan tertangguh saya, yang tak pernah luput menempa saya menjadi pribadi yg lebih baik dari hari ke hari (insyaAllah), yang tak pernah meninggalkan saya (bahkan sayalah yang seringkali lupa dan meninggalkan). 

Bapak dan Ibuk, saya tahu kalian tak sempurna, tetapi kalianlah yang mengajari saya (banyak) tentang bagaimana rasanya menjadi anak, menjadi bagian dari masyarakat dengan bekal lauk pauk yang memadai. 

Pahlawan yang telah membuat saya ada (karena cinta). 
Seluruh kawan (yang segaris dan tak segaris), i love you. 

Terspesial untuk my knight yang membuatku jatuh bangun dalam pelajaran cinta. Teruslah jadi pahlawanku hingga akhir hayatmu (hehe). Niscaya aku kan mengenangmu dengan indah dan kukabarkan tentangmu pada anak cucu keturunanku kdlak (mengkhayal, hehe). 

Dan tak lupa untuk semua penulis (fiksi ataupun non fiksi), yang menginspirasi saya dengan semua tulisan-tulisannya. Juga seluruh pelaku kehidupan yang membuat mata saya terbuka untuk melihat (lagi) dunia secara lebih luas. 

Baik atau buruk kalian membuat saya jadi tahu kerasnya hidup. Selamat hari pahlawaaaannn...! 
Kalian semua berjasa dan punya andil besar dalam kehidupan saya. (gn)

* ups maaf kalau terkesan kaya pemenang award, haha! 

1.11.10

Hujan Yang Sempat Terlupakan

Gambar diambil dari sini

Rintik-rintik hujan menghantarkanku pada sebuah lamunan.

Masa itu, ketika rintik hujan juga membayang. Ketika aku masih muda. Ketika aku masih belum tahu apa-apa.

Ketika aku masih perjaka.

***

"Indra Hasta Purnomo!!!" ibu menyebut lengkap namaku, membelakkan matanya tak percaya pada apa yang ia lihat. Ada api yang besar di matanya. Seolah siap membakarku, hidup-hidup.

"Apa yang kamu lakukaaan?" bentaknya padaku sambil mengambil benda runcing itu dari genggaman tanganku.

Sekujur tangan dan beberapa bagian bajuku berlumuran cat, berwarna merah.

***

15 menit berjalan. Aku masing riang bermain hujan-hujanan.

Yah, ibuku yang marah yang memintaku untuk bermain air hujan. Katanya agar baju dan tanganku jadi bersih. Agar noda cat itu menghilang.

Aku sayang ibu. Aku selalu menurut pada ibu.

***

"Ibumu pembunuh!" maki tetangga-tetangga bawel itu pada suatu hari.

Aku yang mendengarnya hanya bisa bengong tak mampu memahami.

Aku tahu mereka bohong. Ibu sendiri yang pamit padaku bahwa ia berangkat bekerja ke luar negeri. Nenek, yang menjagaku sekarang juga bilang demikian.

Sedang ayah tiri jahat itu, pergi ke Pulau Sumatera. Meninggalkan Lombok untuk bersama temannya. Neneklah yang bercerita padaku.

Ah, pasti teman yang dimaksud adalah tante-tante centil yang selalu menggoda ayah tiriku itu, yang membuat ayah suka memukuli ibu dan lupa pulang.

Masih kuingat, terakhir bertemu, aku bermain perang-perangan dengan ayah. Akulah yang menang. Ayah kalah dan terbaring di lantai. Bahkan sebelumnya ia bilang "ahhhh", seperti layaknya musuh kalah dalam peperangan.

***

Kini, ketika hujan didesirkan oleh angin di jendela kamarku, kudengar kabar itu. Ibu bukan di Malaysia. Tapi masih di sini, satu kota denganku.

Dan kuingat lagi, warna merah itu bukan cat, bukan! Tapi...,

Ah, baru kuingat.

Kutusuk ulu ayah waktu itu, ketika rintik hujan membayang. Ketika aku masih muda. Ketika aku belum tahu apa-apa.

Ketika aku masih perjaka.

***

Kasihan ibu, ia menggantikanku. (gn)

Rintih Pilu

Ingin berlari 

Menghindar dari kenyataan perih yang tanpa peri 

Palut jiwa meronta 
Meminta tumbal bagi jiwa 
Jiwa yang sepi 
Jiwa tanpa tali 

Oh surga..... 
Oh surga..... 
Jemput aku 

Sungguh, 
Setan sudah bosan di neraka. (gn)