27.9.10

ROMANTISME MALAM

Gambar diambil dari sini
Suara lenguhan nafas, tetesan keringat juga rasa yang nikmat. Itulah yang tengah menjalari sekujur tubuh Eko sekarang.

"Fyuhhh," Eko menarik nafas panjangnya ketika berhasil mencapai lagi puncaknya.

Malam ini adalah malam yang indah. Ia bisa asyik mengadu nafsu dengan istrinya tanpa diganggu sedikitpun oleh Rahmat, putranya. Bayi berusia 2 tahun itu tengah terlelap di bagian lain dalam kamar itu.

+++

"Tiap hari pulang larut. Selalu begitu!" roweng Rina pada suaminya, "Ada selingkuhan yang ditengoki, iya?"

Eko hanya diam.

"Heh, tuli a? Ngomong kalo sudah bosan. Aku ini juga, capek punya suami gak pernah bisa ngasi sandang pangan buat anak. Istri apalagi. Nelongso akuu!" perempuan 28 tahun itu terus saja memberondong Eko dengan sejuta omelan.

"Diammm," gertak Eko, capek mendengar istri yang sudah dinikahinya selama 5 tahun itu nyerocos dan menuduh ia tanpa henti.

Bukannya diam, perempuan bertahi lalat di pipi tersebut semakin memperpanjang dan mempertajam protes-protesnya. Makian, cacian, segalanya ia luapkan untuk menumpahkan rasa kesalnya.

"Diammm," perintah Eko sekali lagi, "Kalau tidakk....".

"Apa kalau tidak? Bunuh? Seperti yang sering kamu bilang? Bunuh saja," Rina menantang.

"Dasar istri jahanamm, kubunuh kauu!" Eko yang geram langsung mengambil pisau yang waktu itu kebetulan ada di dekat tempat Rina berdiri.

Jleeppp. Ia menusukkan pisau itu tepat di jantung wanita yang dikenalnya di rumah bordir itu, 7 tahunan yang lalu.

+++

"Nah, kalau seperti ini kamu tampak manis sayang," puji Eko pada istrinya, "Kamu terlihat sangat seksi".

Rina tak bergerak. Badannya ditindih oleh tubuh kekar suaminya. Tak ada sehelai benangpun.

"Kamu sangat manis sayang, kamu memang menggemaskan bila diam," kata Eko lagi.

Malam pun semakin larut dan pria 35 tahun yang pernah dipenjara karena membunuh ayahnya ini pun terus memburu nafsunya. Hingga akhirnya ia terlelap tidur setelah melalui 3 ronde ejakulasi.

Dan Rahmat, putranya, masih saja tidur dengan nyenyaknya. (gn)

26.9.10

SEKAK

"Bune!" teriak Kasim yang tengah duduk di kursi makan, "Aku mau berangkat".

"Iya Pakne. Iyaa," jawab Sumini sambil berjalan tergopoh dari pawon. Segera ia menuju bufet lalu menyamber tas kerja di sana.

"Ini Pakne," ujar Sumini begitu sampai di hadapan suaminya. Langsung saja diserahkannya tas tadi.

"Yo wes. Aku budal. Doane," kata Kasim beranjak dari duduk.

"Hati-hati di jalan," pesan Sumini. Diciumnya tangan suaminya itu.

"Hati-hati Paknee," pesan Sumini lagi setengah berteriak ketika Kasim berlalu 3 m dari rumah. Entah, meski 10 tahun terbiasa menghantar suaminya, baru kali ini perasaannya berkecamuk tak karuan.

"Semoga lancar," gumam Sumini mengelus dada. Ia bersandar di daun pintu, melamun sesaat hingga ada anak kecil yang menjawilnya.

"Buk!" terdengar suara.

"Oh," Sumini kaget, "Oalah nduk, kamu. Ada apa?" Sumini tersadar dari lamunannya.

"Besok Atik sekolah kan Buk? Bapak nanti bawa uang kan?" tanya anak 8 tahun itu polos.

"Iya nduk, iya. Besok Atik sekolah. Besok Atik bayar SPP 3 bulannya. Ya?" tutur Sumini lembut lalu memeluk putri tunggalnya.

"Ayo belajar dulu sana di kamar," pinta perempuan 40 tahun itu dan dituruti tanpa bantahan oleh Atik.

"Fyuhh," Sumini menarik nafas. Teringat akan hutang-hutang segunung itu.

Biaya kontrakan yang nunggak 3 bulan, hutang beras di warung sebelah, hutang di tetangga, biaya sekolah Atik, biaya perawatan ibunya di rumah sakit bulan lalu yang pinjam dari rentenir, juga uang yang harus dikembalikan suaminya setelah di PHK dan difitnah mencuri uang kantor.

**

Matahari terik di peraduan. Baru saja Sumini selesai menjemur pakaian.

"Asalamualaikum," terdengar suara dari luar. Ada tamu ternyata.

"Iyaa," sahut Sumini sambil berlari kecil ke teras.

"Hah polisi," sebut Sumini dalam hati begitu melihat siapa tamunya.

"Anda istri Pak Kasim?" tanya polisi itu.

"Iya benar".

"Saya dari Polsek Mampang. Pak Kasim kena hajar masa saat mencopet di bis. Kondisinya kritis".

"Apa?" teriak Sumini lalu tak sadarkan diri. (gn)