29.7.08

Tukang Bual

Gambar dipinjam dari sini
Sampailah gue di gerbang sekolah. Lama gue gak ke sini. Kangen gue dengan suasana muda gue. Dan satu lagi, gue kangen (baca pengen liat) si ratu bual. Kaya apa tu cewek sekarang.

Jadi gue tekanin, alasan utama gue dateng ke reuni SMA adalah ini, ngliat si ratu bual.

Perlahan gue memasuki ruang aula sekolah setelah sebelumnya mengisi buku tamu. Di dalam suara alunan musik sudah meramaikan hiruk pikuk celoteh wajah-wajah matang yang beberapa gue kenal.

Weh, itu si Amanda. Eh itu Dirga. Hmm itu Chika, Piko, Sandi, Rindra. Weleh itu Sistra eh bukan Arimbi. Yah mereka berdua kembar, susah gue bedakan sejak jaman sekolah dulu. Gue melangkah ke arah meja minuman, sambil tolah-toleh sana-sini mencoba meraba dan mungkin kalau bisa menemukan orang-orang terdekat yang gue kenal.

Dari jarak sedikit jauh, gue lihat seorang cewek melambai-lambaikan tangan. Gue menoleh, sapa tahu yang ia tuju bukan gue. Namun, sepertinya itu memang buat gue, ia tampak berjalan mendekat dan sedikit-sedikit gue merasa mengingat sesuatu. Senyum itu, yak senyum itu.

"Diandraa apa kabar?" cewek ini sudah ada di hadapan mata dan cipika-cipiki ke gue. Gue senyum masih berusaha mengingat.

"15 tahun berlalu ya nekkk," cewek itu berbasa-basi.

"Eh," bahu gue ditepuknya, "bengong aja, lu lupa sama gue ya? Ini Pipink dodol...".

Penjelasannya langsung menyadarkan gue. Gue bengong. Ah apa iya?

"Lu apa kabar? U uhh.., tambah cantik aja lu ya, gak kucel kaya dulu," ia asyik nyerocos tanpa memberi kesempatan gue untuk menjawab pertanyaan-pertanyaannya. Dia hanya memberi kesempatan gue tersenyum tipis sedikit terpaksa. Dan ia asyik menceritakan kemajuan-kemajuan hidupnya, tanpa gue tanya. Catat, tanpa gue tanya.

Telinga sedikit panas si, tapi gue belajar menghormati, belajar menjadi pendengar yang baik. Mendengarkan ratu bual yang pernah sukses membohongi gue, mengibuli gue, merebut pacar gue. Oh ya omong-omong apa mantan pacar gue itu udah jadi suaminya sekarang? Mana? Gak keliatan sama dia.

Dengan memegang gelas berisi sirup warna hijau di tangan, sesekali melihat sekeliling, sudah setengah jam gue mendengarkan cerita panjang lebar Pipink yang sekali lagi semua itu tanpa gue tanya. Kenapa ni acara gak dimulai-mulai ya? Ngaret amat. Cukup de gue ngelihat si Pipink dan ngedengerin bualannya.

Cukup gue tahu kalo ia diputusin Dion setahun setelah mereka jadian.
Cukup gue tahu kalau wajah Pipink dipermak sana-sini sama botox (kayanya).
Cukup gue tahu ia belum laku-laku (kapok).
Cukup gue tahu ia masih aja tukang bual (omong doang).

Dulu gue benci setengah mati ama dia (kayanya sampai sekarang)
Karna dia ngerebut Dion. Dan ngekhianati gue, sahabatnya.
Enggak sadar apa, dulu cuma gue yang mau sahabatan sama dia. Itu juga karna gue kasian.
Dasar tukang bual.

Bodoh juga tu Dion kena bualan. Pantes setahun setengah setelah lulus sma dulu ia sering berusaha ngajak ketemuan. Tapi karena sakit hati, boro-boro gue jawab, males dah pokoknya buka urusan.

Suara dari MC yang meminta undangan untuk duduk di meja yang telah disediakan akhirnya memutus obrolan gue sama Pipink. Gue pun pamit untuk menuju ke kursi dengan nomor undangan gue. Usai cipika-cipiki, gue ngacir pergi.

Enggak, gue enggak pergi ke kursi gue.
Gue pulang! Karena seperti gue jelasin tadi, alasan utama gue dateng ke reuni SMA cuma satu, ngliat si ratu bual, si Pipink.

Enggak, gue gak kangen sama temen-temen gue yang lain. Misi selesai, gue pulang.  Kasihan, anak gue pasti dah nangis-nangis minta ditetekin. (gn)

No comments:

Post a Comment