3.8.11

Kita, Si Tukang 'Coment'

Gambar diunduh dari http://toonpool.com


Melihat sesuatu, lalu komentar. 
Mendengar sesuatu, lalu berkomentar. 
Membaca sesuatu, lalu berkomentar. 

Kita adalah si Tukang 'Coment'.

Pernahkah kita memikirkan betapa banyaknya kita berkomentar?

Seringkali kita terlalu sibuk berkomentar, tanpa mengerti ada apa yang terjadi sepenuhnya, di balik hal yang sedang atau sudah terjadi.  

Terkadang kita tergoda berkomentar hanya agar berkesan pintar, supaya kita ‘tampil’ dalam sebuah topik pembicaraan. 

Seringkali komentar dibuat sekedar membuat seru sebuah situasi, agar mendapatkan perhatian pihak lainnya maupun pihak yang dikomentari. 

Sering juga sebuah komentar terkesan pintar dari segi teori  namun tidak ada kaitannya dengan topik, akhirnya komentar berputar-putar disekitar teori dan melebar tanpa jelas apa kaitannya. 

Ada juga komentar yang  mempermasalahkan suatu hal, yang justru sudah dibahas sebagai substansi topik yang disajikan. Akhirnya komentar yang begitu semangatnya disampaikan (tidak jarang disertai sebuah teori) akhirnya menjadi tidak efektif karena hal yang disampaikan sudah dibahas dalam topik yang disampaikan. 

Kita juga sering membuat komentar agar bisa menarik perhatian orang lain. Akui saja, komentar-komentar yang terkesan seru, jadi sering ditanggapi orang lain. Dengan demikian komentar kita yang sifatnya membuat seru atau panas suasana menjadi sorotan, begitupun kita. Dan kita menikmati sorotan tersebut. 

Tidak jarang, kita sibuk berkomentar negatif terhadap pencapaian orang lain, tanpa menyadari bahwa diri kitapun tidak atau bahkan belum bisa mencapai apa yang sudah dicapai orang tersebut. Komentar kita, terkadang dapat merupakan cermin kecemburuan atas inkompetensi dalam diri.

Memang, tak semua komentar berkesan asal komentar, namun, tidak banyak komentar yang konstruktif. Komentar yang konstruktif jelas kaitannya dengan topik, hingga menjadikannya relevan. Mungkin ini yang sebenarnya harus kita pelajari. Mungkin ini yang perlu kita latih dalam keseharian. Membuat komentar yang cerdas, bukan sekedar agar berkesan pintar. Cerdas, yaitu bijak, namun tidak self righteous (merasa paling benar).
     
Membuat komentar juga akan lebih baik jika menggunakan nurani, bukan hanya dengan logika.  Menggunakan keduanya akan membuat komentar kita menjadi lebih mudah diterima dan dimengerti baik dari segi pikiran maupun hati.

Komentar atas ketidaksetujuan terhadap suatu hal, juga tidak harus disampaikan dengan cara menyakiti pihak lain. Jika kita tidak menyetujui sesuatu, kita tidak harus menyampaikan dengan kata-kata kasar, sindiran, cemoohan hingga menyakiti pihak lain. Ketidaksetujuan kita terhadap suatu hal tidak berarti harus diiringi dengan menyakiti pihak lain yang kita komentari. Jika komentar kita ingin agar diterima pihak lain, tentunya kita akan berusaha menyampaikan komentar tanpa mencela pihak lain. Begitupun jika diri kita diberi komentar oleh orang lain, tentunya kita berharap agar komentar tersebut bisa kita terima dengan baik bukan? Tidak ada satu orangpun didunia ini yang suka mendengar kata kasar, cemoohan dan sindiran.

Hal yang penting juga saat berkomentar adalah penggunaan bahasa yang baik. Berhati-hatilah terhadap apa yang kita rasa. Ketidaksetujuan tidak harus disampaikan dengan penuh kekerasan dan kekasaran. Sampaikanlah dengan bahasa yang lembut. Kesopanan berbahasa diciptakan agar kita bisa hidup saling menerima. 

Terakhir yang perlu dipertimbangkan: 
apakah komentar kita penting? 
Apakah kita perlu selalu berkomentar? 
Mungkin juga ada saatnya dimana lebih baik jika  kita menyimak dan mengerti secara mendalam topik yang sedang ada dipikiran kita dan mengambil pelajaran sebanyak-banyaknya dari topik tersebut. (gn)

No comments:

Post a Comment