18.1.10

Obral Luka



Sebegitu mahalnyakah harga tawa itu untuknya? 
Sampai-sampai ia lupa bagaimana rasanya tertawa. Sebegitu murahnyakah tangis itu diperuntukkan baginya?  
Hingga tanpa sungkan-sungkan sedih hinggap slalu padanya.  

Entah, kapan ada obral tawa. 
Mengapa mall hingga pasar tradisional hanya mengobral luka. 

Mungkin, 
karena menyakiti sedang menjadi tren. 
Atau kalau tidak, 
memang sedang ada undian berhadiah bagi yang paling banyak mengumpulkan linangan air mata. 

Ah, entahlah. 
Yang pasti, 
mungkin memang sudah merosot pribadi welas asih 
dalam hati nurani manusia (gn).

No comments:

Post a Comment